Yakin Sudah Merdeka?

Sumber: Pexels

Negara kita memang sudah merdeka, tapi bagaimana dengan jiwa dan pribadi kita sebagai manusia? Apakah benar-benar merdeka? Kadang, nyinyiran tetangga dan kenangan mantan saja masih sering menjajah~

 

Hari ini Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan RI yang ke-74. Ternyata sudah lumayan lama banget ya usia kemerdekaaan negara kita? Kalau manusia, mungkin usianya sudah setara dengan kakek-nenek yang mulai pikun dan bicaranya ngelantur. Eits, tapi beneran nggak sih kita sudah merdeka 100%?

Negara kita memang sudah merdeka, tapi bagaimana dengan jiwa dan pribadi kita sebagai manusia? Apakah sudah benar-benar merdeka? Mari ingat satu per satu deretan penjajahan yang setiap hari merongrong hati dan pikiran kita tanpa spasi.

Benarkah kita sudah merdeka? Lha wong upload foto di Instagram saja harus shoot puluhan kali dengan pose dan angle terbaik dari berbagai sisi. Setelah itu masih perlu difilter lagi pakai aplikasi yang bisa mempercantik diri. Nulis caption-nya pun googling dulu dari website penyedia quotes bijaksana ala-ala tokoh inspiratif. Main stream sekali bosque~

Jadi ini yang namanya merdeka? Kita sibuk memoles diri dengan berbagai pencitraan palsu hanya untuk diterima, dihargai, dan dikagumi banyak orang. Ternyata, kita belum merdeka dari ‘apa kata orang’. Bagaimana kalau fotoku terlihat norak dan memalukan? Bagaimana kalau orang-orang mem-bully fotoku secara massal dan akhirnya diviralkan? Apa kata orang tua? Apa kata tetangga? Apa kata pak RT, pak RW, pak Satpol PP?


Apa Kata Orang?

Ya, semua itu bersumber dari ketakutan mendengar ‘apa kata orang’. Kita seringkali takut mendengar kritik, komentar miring, dan nyinyiran dari teman, tetangga, atau netizen tak dikenal. Apalagi kalau sudah menyangkut penampilan fisik alias body shamming. Setiap ada yang julidin tubuhmu yang semakin mengembung, tiba-tiba wacana diet mulai mengemuka. (Meski akhirnya dietnya masih besoknya lagi, besoknya lagi, dan besoknya lagi…)

Lalu, saat ada yang komentari sisa jerawat di wajah, kita langsung auto cari cermin dan melototi wajah dari ujung kening sampai dagu. Sejujurnya, kemuculan jerawat itu nggak mengganggu. Yang mengganggu hanyalah ‘apa kata orang’. Tapi, kok bisa-bisanya hanya karena sebutir jerawat kita sering mencaci wajah sendiri? Mengapa tak secantik selebriti—yang kulitnya putih, mulus, bebas jerawat, dan bersinar bagai lampu kota di perempatan?

Lagi-lagi, ternyata kita belum merdeka ya? Pikiran kita masih mau-maunya dijajah iklan yang mendefinisikan kecantikan sebatas penglihatan fisik semata. Sampai kapan kita menyadari kalau kampanye cantik itu putih, mulus, dan langsing hanyalah akal bulus pabrik kosmetik. Kita sibuk mengejar kulit putih dan bersih, sampai tak menyadari kalau isi dompet kita ikut terkuras bersih. Kita mengejar tubuh langsing, namun pada waktu yang sama kita menggemukkan kantong si penjual produk pelangsing.

Ya, penjajahan iklan memang begitu derasnya. Segala iming-iming iklan yang ditayangkan berulang kali di berbagai media, pada akhirnya menjebolkan pertahanan kita yang ingin hidup hemat dan anti hedon.

Setiap muncul keluaran HP terbaru langsung kepincut. Muncul kedai kopi kekinian baru langsung dikunjungi dan divideo ke instastory. Terus, kalau muncul keluaran tas dan baju model terbaru langsung ikut pre-order/ minimal di-wishlist dulu di e-commerce kesayangan. Yang penting harus mengikuti tren dan ikut-ikutan teman biar dianggap keren dan kekinian. Nggak peduli masih banyak kebutuhan lainnya yang lebih penting atau banyaknya saudara yang masih butuh uluran tangan.


Benarkah Sudah Merdeka?

Kalau pada kenyataannya kita masih terjajah iklan, promo, dan latah mengikuti tren sesaat. Miris kalau mengingat dulu para pahlawan nasional bergerilya melawan penjajahan kompeni. Sedangkan sekarang kita bergerilya dibalik brand-brand demi mencitrakan diri sebagai si kaya, si gaul, si pintar, si populer, atau si cantik dan si tampan.

Terakhir, untuk mengakomodasi maraknya kaum bucin di Indonesia, coba kita tanyakan ulang: benarkah kita sudah merdeka? Jika pada kenyatannya, masih banyak remaja, muda-mudi, maupun dewasa yang kehilangan waktu produktifnya karena larut dalam romansa memabukkan. Mulai dari yang cinta buta dan nggak sadar kalau sedang dimanfaatkan, atau mereka yang sedih menahun karena cinta bertepuk sebelah tangan.

Hadehh!! Indonesia sudah merdeka 74 tahun. Tapi kalau sampai sekarang kamu masih diliputi kesedihan karena dianya nggak peka, tiba-tiba berubah, atau pergi meninggalkanmu bersama kenangan yang tak bisa dilupakan… kemerdekaanmu sebagai manusia WAJIB dipertanyakan! 


Surabaya, 2019

*) Dimuat di Mojok.co (20 Agustus 2019)



Bagikan Tulisan Ini ke:

Komentar