Sepilihan Sajak untuk Kamerad
Sumber: Pexels |
Kamerad berasal dari bahasa Perancis "camarade" yang berarti kawan atau kolega. Di Indonesia, istilah tersebut marak digunakan seiring dengan kebangkitan pergerakan modern di Indonesia. Popularitas ini disebabkan ide-ide kesetaraan bersanding dengan ide-ide untuk perjuangan rakyat dan pembebasan nasional.
Bayang-Bayang Kamerad
Aku melihatmu dalam buku-buku yang kubaca
Dalam lintasan ide yang berkelindan di kepala
Dalam berbagai diksi dan metafora
Dalam cerita-cerita fiksi yang nampak nyata
Dalam diskusi-diskusi friksi yang menguar tanpa jeda
Aku melihatmu dalam kepenatan ruang kerja
Mendengar keluhmu tentang kejamnya penguasa;
Tentang debat kusir emansipasi wanita;
Atau kisah picisan para remaja
Aku melihatmu dalam kemacetan jalanan ibu kota
Dalam iklan-iklan reklame yang menawarkan berbagai kemudahan hidup di
dunia
"Omong kosong! Hanya rayuan kapitalis biar kita meringkuk di
ketiaknya,"
Kau mengangguk, lalu kita tertawa
Mabuk idealisme di masa muda
Kupikir kau ada dimana-mana
Ternyata tidak! Akulah yang membawamu kemana-mana
Dalam kepala; dalam ruang ingatan dan segala fantasinya
Surabaya, 2020
(Simulakrum)
Maaf, menyeretmu ke dalam spektrum abu-abu
Dunia ilusi penuh
misteri dan kelambu
Sebuah simulakrum;
Sebuah ruang antara yang nyata dan kabur terangkum
Maaf, harus
berkali-kali mengajakmu berpikir
Tentang pertanyaan-pertanyaan
gila yang membikinmu
semakin getir
Maafkan aku
Mengharapmu jadi sesosok yang kukira siap berjibaku
Kupikir kau mau berlarian jauh
Mengejar
simulakrum-simulakrum yang bergemuruh
Tapi kulihat
sinarmu telah luruh;
Tinggal keluh, jenuh, dan layuh
Bangkalan, 2015
Do’a Sebelum Mencuri
I
Kata rindu yang tak tahu diri!
Maafkan aku yang tak sempat mohon ijin mencuri
pandangmu dulu
Potret-potret yang pernah kusimpan rapi kini tak
bersisa satu pun
Malah, sekarang aku mengharapmu untuk kucuri sekali
lagi
II
Tapi aku benar-benar memohon,
Biarkan ketidaktahuan diri ini merindumu
lekat-lekat
Waktu sudah terlampau lama menelan bayangmu dari
ingatanku
Jadi ijinkan aku mereka-reka potretmu sambil
terpejam
Setidaknya agar aku tak perlu lagi menjadi maling
tak tahu diri
Bangkalan, 2014
Kertas Putih
Hanyalah kosong yang nampak
Sungguh pun satu saja
Tak bersisa lagi yang terkenang
Kertas ini, putih.
Seputih buih tak berguyur tinta
Pena ini beku, kaku, tak tahu (?)
Harus dicoret apa?
Lalu pada siapa?
Kertasku merindu pena yang menari
Tetapi penaku,
Malah haus tak berenergi
Dan Energiku?
Rupanya ia menghilang
Tak lagi ada yang melayang
Sungguh kubutuh sepercik
Atau mungkin setitik
Dari indah yang kau punya
Tuk setitik saja, mewarna kertas putihku
lagi...
Mojokerto, 2012
Penguasa
Ilusiku menangis
Nelangsa, dikoyak
suara-suara penguasa
Tapi entah, kian susah
kusergah
Riuh mereka makin
mendera
Otoriterkan kucuran
peluh yang melepuh
Vaksin pun, tak
mungkin dapat dicipta
Entahlah,
Riak mereka selalu
berdendang
Tak jua paham
maksud hati
Mojokerto, 2012
Bagikan Tulisan Ini ke:
Komentar
Posting Komentar
Tulis Komentarmu :)