Sepilihan Puisi Tentang Asa
Sumber: Pexels |
Teguh
Kala
hati berpaut api mimpi
Kuingin tak insan
pun menyentuhnya
Tidak juga kau,
yang begitu
Indah
laksana syurga
Tak pantas bagi kakimu
Menginjak habis mimpi-mimpiku
Terjal begini pasti kuhadap
Sulit begini pasti kulawan
Rumit begini….
Juga pasti kutempur
Aku….
Dengan asaku tetap
Teguh kukuh diantara
Guncangan topan mulut-mulutmu
Mojokerto, 2011
*) Dimuat di Radar
Mojokerto, 9 Oktober 2011
Hilang
Silir angin berlalu sunyi
Baru tersadar olehku
Cahya itu telah pergi
Bersama angin kemarin hari
Entahberulang lagikah?
Kau kepadaku
Aku tertatih sepeninggalmu
Tiada harap lagi menjemput cita
Kesempatan kemarin telah kabur
Dariku
Aku bingung, linglung
Apalagi yang kujuangkan?
Masa depan ketakutan menglihatku
Ia sudah lama jauh
Menghilang dari sisiku
Masihkah kan kembali cahya itu?
Rumah anganku begitu
Rindu padanya…
Mojokerto, 2011
*) Dimuat di Radar
Mojokerto, 9 Oktober 2011
Jika
Jikalau mentari
pergi dan tak kembali
Dimanakah kan
kudapati cahaya pagi?
Jikalau bulan
terhimpit mendung kelam
Apa lagikah
lentera benderang malam-malamku?
Ataukah jika
hamparan bintang
Sudah letih tuk
bersinar
Siapa lagi yang
berlomba paling terang?
Dan jikalau Engkau
mengungkap ikrar
Agarlah musnah
dunia ini
Ibadah apa yang
segera ku laku pada-Mu?
Cukuplah satu agar
Kau tahu
Aku begitu rindu
akan nikmat-Mu
Berilah satu
putaran jarum jam padaku
Biarlah kan kulaku
pinta-Mu
Jika Kau kenankan,
Terimalah akhirku
kelak, di sisi-Mu
Mojokerto, 2011
*) Dimuat di
Majalah Peace Edisi Desember 2011
Pena Ganasku
Derap
kaki kuda merasuki nadi
Mematri
energi yang
Tergopoh-gopoh
memburu
Segenap
etos kerja
Lelah,
aku lelah menggenggamnya
Tiada
lagi asa
Karena
tamu-tamuku telah murka
Mencibir
barisan-barisan kata yang
Kuukir
kian indah
Tanpa
kutahu opini rakyat begitu tajam
Mematahkan
segala pikirnya selama ini
Tak
sampai kira penaku begitu ganas
Memangsa
wajah terangnya
Hingga
bersisa merah amarah
Kumohon
sedikitlah kau maknai
Maksud
hati merangkai kisah
Untukmu,
bukan mengotori namamu
Ampunkan
aku jika itu
Melukaimu, guru…
Mojoketo, 2012
*) Dimuat di Majalah Media Edisi Maret 2012
Celaka
Mendung berserakan
di tepian
Lamat-lamat
membikin jantungku berdegup
tak biasa
Ia berlomba,
mencipta buncahan kencang
Pun hati tak
karuan aku kemanakan
Membikin pikirku
bergelimang takut
Serentak tiba-tiba
hitam
Menghimpitku
Mendung telah
menuntunnya tuk kembali
Mengucur
Kian deras,
terkelupas pisau aspal
Kucoba terpaku,
membisu dari ini
Namun berjuta
tanya menjurus
di hadapku
Tanya yang berupa
bumerang—yang
menghajar batinku
Seingatku, tak
pernah kupinta do’a
Inginkanku celaka
lagi
Tetapi selorohmu
terus menuduh bebalku
Mojokerto, 2012
*) Dimuat di
Majalah Peace Edisi Juli 2012
Bukan Nyanyian Panci
Seruan bedug Baitullah memanggil
Terpicing, dikejar-kejar adzan yang
Menyahut di lorong-lorong shubuh hari
Bangkitkan mataku tuk berkedip dari
malam
Ingatkanku, lekas meraih panci berisi
nasi
Panci yang meronta, menangisi nasi yang
Tak kunjung habis seluruhnya
Aku mengernyit, menatap kiblat tuk
Menengok Ilahi
Namun ia kembali bernyanyi
Lebih keras dari bedug yang kudengar
Ia merintih, sakit…
Dibalik sebuah borok berbalut kain
putih
Ia tak tahan, segera ingin mati ujarnya
Namun aku tak ingin, lebih tak ingin
Dari nasi yang tak habis olehnya
Mojokerto, 2012
Komentar
Posting Komentar
Tulis Komentarmu :)