Sehimpun Puisi Rindu


Sumber: Pexels


Reruntuhan Cinta

Rinai tangisku tak reda pula

Mengingat lampau ketika itu

Jawabnya hanya satu: I love you

Namun apalah yang kukata

Lilin-lilinku melenyap gelap

Cintaku memudar

Hasratku tak lagi melayang

Dialah untukmu

Sajak-sajaknya buatmu

Dan reruntuhan ini, biarlah

Kugenggam selamanya

 

Mojokerto, 2010

*) Dimuat di Majalah Peace Edisi November 2010

 

 

Sepucuk Rindu

Kudengar nian perih sebuah tangis

Dalam senyap, ia menyergapku entah mengapa

Ku mendekat

Isyaratkan sebukit tanya padanya

 

Tiada seruan kemudian

Tinggallah lagu hening dalam harmoni sunyi

Baru tergolek pangkalnya

Belum sewindu kuungkap pamitku

 

Namun sepucuk rindu bergerilya di benakku

Entah sebab ku enggan bermalam di padang ini

Atau takutku jika kau  merinduku

Ah, otakku meliuk-liuk tanpa logika

 

Tuhan,

Tebarkan aroma syahdu rinduku

Lukiskan jeritan rinduku di tidurnya

Bangunkan matanya tuk mendengar air mataku

Merebahkan sedetik saja rindunya tentangku

Dan ku pulang nanti tak lagi dituntun sang rindu

 

Mojokerto, 2012

*) Dimuat di Majalah Peace Edisi 2011

 

 

Kata Bapak

Nasihatmu di pagi tadi mengiringiku Bapak

Urung memudar, pun hilang dariku

Riak-riak yang kau ucap begitu, ingatiku

 

Mengapa daku tak serupa lainnya?

Apa ku terbangun untuk yang hambar

Walaujuga putih dan abu kukena kini

Apa kau tak sediaiku untuknya?

Tak bisakah sedikit Bapak membaca

Ingin hati yang tak tak sekadar ingini : roman picisan

 

Mojokerto, 2012

 

 

Angin

Angin berhembus gelisah

Susah, menghimpit sesak dada yang

Tak jua henti memanggil

Ulur kasihmu dulu yang

Tindihku akan warna-warnimu tentang

Indah resah pikirku

 

Anginmu jauh sudah dariku

Namun entah, resahku kian menjadi

Di pagi atau senjaku

Rinai anginmu kurindu begitu

Ingin kutemu kini juga

Angin...

Nirmala pagi tlah berkibar

Ingin nian kumenderu, bersamamu.

 

Mojokerto, 2012

 


Lentera Untukku

Dalam kelam, selolong cahaya putih menyapa

Enggan mengernyit, barang sejenak dari mataku

Waktuku, juga detak nadiku

Iringi sepucuk lentera darimu

 

Hanya sekedip kucoba mencari kedipmu

Entah bertabrak, kelamku akan cahyamu

Rapat-apat, namun cahyamu...

Angkatku, akan sebuah pikir perbedaan

Walau kasih tak perlu rapih

Aku tahu, hitamku tak sebening

Tatap nanar sinar-sinarmu yang

Indahi perjalananku

 

Mojokerto, 2012

 


Kelu

Rumah-rumah asmaramu mungkin tak berpintu

Iramanya lirih, nian perih tuk kuraih

Setiba aku di muka pintumu

Tak bisa kusergah sekata pun bagimu

Ayal membikin kelu memburu

 

Pun merangkai sedikit aksara tentangmu

Usirku jauh akan berkata biasa

Jenuh, kurasa luluh inginkanmu

Ingini langit berbukit-bukit sepertimu

 

Pintaku mungkin tak satu

Impian menantiku jauh di langit itu

Titisnya kuharap menguap turunkan hujan

Antarkan sel-sel di tubuhku

Segera pulang mengembang sayap

Aliri energi tuk bermimpi tentang nanti

Rebahkan ungkapan semu yang

Iringi pintuku tuk membuka untukmu

 

Mojokerto, 2012

 

 

Di Atas Bantal Ini

Aku meneguk deras, rembesan hujan di bantal ini

Hujan-hujan, yang entah kupunya darimana

Entah ialah kawan atau setan

Ia semua bersatu

Menyapu segurat cerah pagiku, memupusnya

Jadi pitam yang bergerumbul tak di pangkal

Jadikanku boneka cengeng tiap malam bertamu


Aku tau, tapi murkaku lebih mau

Tak kuasa aku diperlaku tak manusia

Tak mau lama-lama ku berdiri

Jika perih terus tersaji

Di cekam malam ini, dalam sebuah diam

Tangis berpeluk bantal ini, sendiri

Disini, dibalik hujan-hujan keparat

Di atas bantal ini

 

Mojokerto, 2013

Komentar