Puisi Pertama
Mentari Nan Kesepian
Di gubuk nan kecil, kubuang seluruh nafasku
Seusai kujelajahi bunga-bunga di tidurku
Ingin kutempuh lagi penjelajahanku
Namun, mentari telah menyapaku
Dengan bibir nan lekung
Disana-sini unggas bernyanyi,
Mengucap selamat pagi, pada sang ratu pagi
“Wahai menatri, jangan kau sedih lagi,”
Itulah untaian kataku, yang tersimpan dalam
hati
Pada sang ratu yang meratap sepi
Andai, kubisa melayang
Ku akan temani ratunya cahaya terang
Namun, dalam besarnya harapku
Kau pun tergirang-girang
Kau tatap diriku yang masih terlelap
Mencoba melayang-layang
dalam buaian guling dan bantal
Mojokerto, 2008
Bahasa Terindah
Roda kehidupan yang kian fana
Apakah dapat terkalahkan?
Berjuta argumen terlisankan
Tetap tiada kata, insan kalahkan dunia
Terimakasihlah kau, atas tersuratnya
Surat pesan kehidupan
Yang terlukis dalam Al-Furqon,
Al-kitab nan agung
Karunia Tuhan
Dengan Bahasanya nan indah
Mampu membuburkan kerasnya
hati manusia
Itulah Al-Qur’an, Al-kitab jagat raya
Bagi seluruh umat tuk
dituntun pada cahaya terang-Nya
Mojokerto, 2008
Rumah Suci
Semana kala kodrat insan tercipta
Bertahan hidup demi keutuhan jiwa
Enath gubuk, gedung, atau pun istana
Sebagai payung hidupnya
Berlindung akan guyuran hujan dan
Sengatan api dunia
Manakala insan tergolek dalam sujud pada Yang
kuasa
Siapakah papan sujudnya?
Istanakah?
Tidak,
Itulah rumah Tuhan, sang rumah emas
Tak sekadar rumah mewah atau mahal
Namun dialah papan dunia tersuci
Yang tak tergadai apapun
Karena sang masjidillah,
Berandanya sujud syukur insani
Mojokerto, 2008
Pancaroba Raya
Seiring berputarnya roda alam
Berputar dan berputar,
Menanamkan beragam cuaca di bumi raya
Entah cuaca semusim angin, atau
pun cuaca semusim gerimis lebat
Hingga kini, sang nusantara:
Terlanda pancaroba raya
Pancaroba:
Beralihnya mega terang dalam gelapnya alam
Hilangnya sejuta warna dunia terang
Hinnga rela jadi gulita tak berpelita
Tiada sinar dan cahaya pun terlelap
Meski berlangsam turunnya
Tetapi mengapa, sang tanah air ini?
Rasakan tempuran dua musim cuaca
Bertempur, berperang-perang keduanya
Dalam satu wadah waktu:
Pancaroba raya
Mojokerto, 2009
Serangkai Angan
Serabut langit malam mencekam
Di tengah kesunyian malam
Kala itu, aku bergelut dengan angan
Mengharap keelokan dunia merangkul
jiwa letihku
Namun, sunggguh terjal juangku
Seraya do’a kutembangkan
Hingga merasuk dalam buaian lelahku,
Namun mengapa Tuhan?
Hanyalah keretakan asa yang menepi
dalam aliran mimpi-mimpi
Ya Tuhan, apakah kau takdirkan,
serangkai angan kesemuan
menjadi santapan duka atas sepenggal harapku
Oh Tuhan, hujankan keadilan
Hingga kurasa titisan manis kehidupan
Mojokerto, 2009
Andai
Rumah-rumah kecil nan kelam
Dipandangi ukiran jerami di alngitnya
Menuntun do’a-do’a sang pribumi
Memanjatkan asa nun jauh di awan
Andai...
Tiada priayi di tengah keriuahan umat
Aku yang terpaku mendiami jalan liku
Pastikan segera meraih angan yang
tertuang indah di gubuk tua
Andai...
Langit telah usai;
Pastilah tiada prakata: Bagai bumi dengan
langit
Hingga ku mampu menerobis jendela kebebasan
Andai...
Putih adalah gumpalan darah
Maka akulah beningnya
Yang menjelajahi kebahagiaan
Di atas roda kemiskinan
Mojokerto, 2009
Perpisahan
Serabut mentari pagi menyapa
Kaki-kaki sang pemburu ilmu melangkah
Berburu sebungkul ilmu
Dan berbagi seutas pertemanan
Dengan sang pahlawan tak kenal tanda jasa
Diantara rerimbunan angan
Pucuk-pucuk cita menyerbu satu tujuan
Mimpi, asa, dan seluruh impian
Menjadi saksi sebuah kebersamaan
Gemuruh tangis dan tawa meriuh
Menggemakan suka duka kehidupan
Namun, di kala perpisahan menjemput
Akankah kita lepas jalinan cinta ini?
Sebuah jalinan persahabatan yang
Kian lama terukir indah
Di gubuk ilmu
Mojokerto, 2010
Komentar
Posting Komentar
Tulis Komentarmu :)