Cinta Seorang Ayah


Ayah. Hanya ayah. Persis seperti judul novelnya yang singkat—Ayah—satu sosok yang terus terngiang dalam benak saya setelah membaca novel ini juga satu sosok saja: ayah (singkat dan sederhana saja)
Sebelum membaca novel setebal 312 halaman ini, saya mengira Andrea Hirata akan membawakan kisah mengharukan antara dia dan ayahnya sendiri—seperti yang sering ia tuliskan dalam novel-novel sebelumnya: bahwa ayahnya pendiam dan yang terbaik! Ternyata saya keliru. Sosok ayah yang dikisahkan dalam novel ini berbeda dari sosok ayah sebelum-sebelumnya. Kali ini Andrea Hirata menciptakan kembali satu tokoh fiktif yang disebutnya ayah.



Judul Buku       : Ayah
Penulis             : Andrea Hirata
Penerbit           : Bentang Pustaka
Tebal               : 312 halaman
Tahun Terbit    : 2015 (cetakan ke-2)
Ada banyak karakter ayah yang dilukiskan Andrea Hirata dalam novel ini. Mulai dari mantan bergajul bernama Marconi, si pecinta radio Amirza, dan yang paling utama menjadi tokoh sentral dari novel ini yaitu Sabari: pekerja keras, penyayang, dan yang pasti penyabar dalam tanda ekstra (ingat baik-baik: ekstra! Sabari adalah tokoh paling sabar yang kesabarannya hampir-hampir tidak masuk akal—makanya dia dinamakan Sabari—biar dia selalu sabar).
Dengan gaya Melayu-nya yang khas, Andrea Hirata menuliskan kisah hidup Sabari kian dilematis, miris dan giris. Dimulai dari cinta bertepuk sebelah tangan yang menjadikan Sabari bujang lapuk; Lalu perkawinannya secara tiba-tiba dengan Marlena, gadis yang menolaknya sejak SMA; Kemudian lahirlah seorang anak laki-laki bernama Zorro yang menerangi hari-hari Sabari, hingga akhirnya tragedi kawin-cerai Marlena dan hilangnya Zorro bersama Marlena.
Semua urutan peristiwa menggiriskan itu telah sukses menjadikan Sabari berkarakter ekstrem—kalau rajin kelewat rajin, kalau senang kelewat senang, dan kalau sedih kelewat sedih. Akibat ditinggalkan Marlena bersama Zorro anaknya, dia hampir saja gila akibat depresi.
Alur cerita yang disajikan secara campur aduk oleh Andrea Hirata agaknya berhasil mengecoh keingintahuan pembaca. Bab-bab awal yang menceritakan pengalaman Sabari sebelum jatuh cinta pada Marlena terasa sedikit membosankan—meskipun Andrea Hirata tidak henti-hentinya menyisipkan humor dan kekonyolan khas Melayu udik.
Ketertarikan saya terhadap novel ini bermula ketika Andrea Hirata menenggelamkan pembaca pada kisah Sabari—dengan segala kesusahan, kebuntungan, dan nasib buruk lainnya, ia adalah sosok ayah paling bertanggungjawab. Ia juga pendidik yang baik bagi anaknya: ia mengajari budi pekerti lewat puisi, dongeng, dan cerita-cerita yang dibacakannya saban malam. Bahkan ia juga seorang pecinta paling setia—tak peduli cintanya ditolak, perhatiannya diabaikan, rumah tangganya diceraikan, namun Sabari tetap sabar sebagaimana namanya.
Tentang kesabaran, kesederhanaan, ketangguhan, perjuangan mencapai cita dan cinta...... dan juga tentang kesetiaan, kedalaman, keindahan puisi.... sedikitnya nilai-nilai inilah yang dapat menjadi hikmah bagi pembaca setelah membaca novel Ayah. Ringkasnya, semua tentang cinta seorang ayah akan Anda dapatkan dalam novel ini. Selamat membaca!

Komentar