Kebaya Kartini

by Google
Judul : Panggil Aku Kartini Saja
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dirpantara
Tahun terbit : 2006
Tebal : 304 halaman

Setiap 21 April kami berlomba mengagungkan nama dan sejarahnya. Bahkan tak kurang yang mengadakan lomba kebaya biar nampak meriah. Lalu, itukah yang dinamakan bukti penghargaan pada sang pahlawan?
Tapi begitulah realitas yang terjadi. Kami mengenal Kartini hanya sebatas pakaian dan gaya rambutnya yang khas Jawa. Atau paling banter, menempatkan sosoknya sebagai pahlawan emansipasi dari Jepara.

Untungnya saya telah diingatkan untuk menanggalkan cara berpikir demikian. Kau tahu? Lewat biografi Kartini yang ditulis Pram saya mulai mengenal siapa Kartini sesungguhnya. Tentang apa yang ditulisnya, cara berpikirnya—meskipun hanya sekilas, dan juga suasana hati yang dulu menggerayangi Kartini. Dan lebih beruntung lagi, dalam buku setebal 304 halaman tersebut Pram juga menyisipkan ulasan-ulasannya terhadap surat-surat Kartini.

Salah satu hal yang saya ingat tentang bagaimana Pram menceritakan sosok Kartini ialah ketika Pram mengangkat sosok Kartini sebagai pejuang pena yang gigih. Kartini dilukiskan seperti tak pernah alpa memikirkan cita-citanya, nasib rakyatnya, dan juga kecintaannya pada Ayahanda yang amat dihormatinya. Tapi kemudian saya mulai berpikir, bahwa dibalik kegigihan dan kerja keras Kartini melalui tulisan, ternyata ia lemah ketika teringat cinta dan hormatnya pada sang Ayah. Namun, sosok Kartini tetaplah seorang pahlawan yang patut diteladani. Terutama karena ketekunannya dalam membaca buku dan berkesenian. Saya tidak bisa membayangkana bagaimana beliau memperoleh bahan bacaan disaat toko buku pun tak tersedia dengan bebasnya.Dan juga bagaimana beliau bisa berkorespondensi lintas negeri—bahkan di saat cyberspace belum ditemukan. Hal-hal inilah yang membuat saya kagum pada sosok Kartini.

Sayangnya saya belum sempat membaca kumpulan surat Kartini yang dihimpun dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Kalau saja dalam waktu dekat saya membcanya, pastilah makin besar kekaguman saya pada beliau. Bagaimana pun, kesempatan saya untuk dapat bersekolah hingga pendidikan tinggi sekarang—juga tak luput atas perjuangan yang dulu diusahakan Kartini lewat penanya. Dan karena itulah, penting bagi rakyat Indonesia mengenal siapa Kartini sesungguhnya. Saya harap ia tak lagi diingat sebatas pada pakaian dan gaya rambutnya yang khas Jawa. Lihatlah lebih dekat apa yang sesungguhnya menjadi kebaya (yang dipakai) Kartini untuk berjuang. Kebaya itu bukanlah sembarang pakaian—ingatlah bahwa kebaya perjuangan Kartini ialah pena dan tulisan.

Biografi Kartini yang ditulis Pram ini dapat dijadikan referensi untuk mengenal lebih dekat siapa Kartini sesungguhnya. Dan akhirnya semoga kita pun turut gigih dalam memperjuangkan cita-cita—meskipun hanya lewat pena dan tulisan.

Komentar