Kakak bagi Adiknya

Dengan Tuhan memberimu saudara dalam keluargamu, pastilah kau tak lagi merasa sunyi.

Atau jika kau memerankan sosok kakak atau adik dalam ikatan keluargamu, kau pun semestinya tak perlu risau—sebab segalanya dapat kau lakukan bersama-sama.

Tetapi, pernahkah kau merasa tak punyai kemapanan yang cukup ketika akhirnya kau memiliki adik?

by Google
Ibarat seorang ibu yang mengalami baby blues di waktu kelahiran anak pertamanya, kau pun mengalami kebimbangan ketika akhirnya kau menjadi kakak bagi adik barumu. Kau mungkin sempat berdo’a pada Tuhan agar takdirmu itu sebaiknya diulur di lain waktu. Tapi sayang sekali, kau telah menjadi kakak, dan kau mempunyai adi baru. Kau telah dilimpahi satu tanggung jawab baru—dimana kau perlu membantu bapak ibumu untuk pertumbuhan dan perkembangan adikmu yang sebaik-baiknya. Kau pun semestinya menjadi teladan yang baik, dan tak melulu mementingkan egomu sendiri, sebab kau telah memiliki adik, dan kau menjadi seorang kakak.

Jika kau samakan dengan baby blues, sanak saudara ibumu pasti mafhum terhadap ketakutan ibumu yang baru melahirkan bayi pertamanya—hal ini lumrah saja untuk seorang ibu. Tapi, ketakutanmu memiliki seorang adik baru itu akan dikatakan tak beralasan. Kau mungkin akan disebut iri, sebab cinta kasih orangtuamu akan terbagi, dan bahkan kau tak boleh bermanja atau bersikap kekanak-kanakkan lagi—sebab kau haruslah menyadari tanggung jawabmu sebagai kakak yang memiliki adik baru.

Meskipun sesekali kau dijadikan kacung bagi kakakmu, kau mungkin akan memilih menjadi seorang adik yang dengan manjanya bergelayutan di ketiak kakakmu. Sebab ketika hanya menjadi adik, kaulah yang akan menuntut perlindungan kakakmu, dan juga mengharap pengajaran dan kasih sayang darinya. Tapi bedakan jika kau menjadi kakak bagi adikmu, kaulah yang harus memutar otak untuk melindungi adikmu. Dan kau pun perlu memberi pengajaran secukupnya disamping sekadar melimpahkan kasih sayang untuknya.

Tapi mau bagaimana lagi? Tuhan telah menitipkan seorang adik baru yang memintamu untuk melindunginya. Bukankah kau pun perlu membantu kedua orangtuamu untuk mengurus adik barumu? Semestinya tak perlu ada kerisauan ketika akhirnya kau memiliki adik. Lihatlah, adik-adikmu itu memandangmu kian lirih—seakan mengharap banyak hal darimu. Kau pun semestinya tak menjadikan ia beban—sebab di saat itulah kau telah disiapkan Tuhan untuk memikul tanggung jawab sebagai yang berguna bagi sesamanya. Hanya saja untuk belajar lebih baik lagi perlu kau lakukan dengan usaha keras. Dan yang terpenting, tidaklah bijaksana jika kau justru menyesalkan kehadiran adik barumu. Berapa pun jumlah adik barumu yang manja dan nakal itu, bapak ibumu pastilah memahami betul bagaimana cara membagi kasih sayangnya—jadi kau tak perlu iri atau berkecil hati.

Laksana pemimpin bagi umatnya, kau sebagai kakak bagi adikmu adalah pemimpinj juga. Jadi mengapa kau sesalkan? Ini adalah tugas yang Tuhan berikan padamu, dan dipercakan orangtuamu untuk kau tunaikan: menjadi kakak yang baik bagi adik barunya.


Bangkalan, 23 Februari 2015

Komentar