Tidak Sepahit Pram.

Setelah kudengar cerita tentang Pram, tubuhku berubah dalam dua wujud yang saling beradu dialog: sebelah kanan ada malaikat bersayap putih, sementara yang kiri ada setan bertanduk warna merah, hihi... kalau kalian pernah menonton sinetron Indonesia pasti bisa bayangin setan dan malaikatnya.

Kamu tahu Pramoedya Ananta Toer? Penulis novel itu... tahu sih sedikit, kenapa? Kalau begitu, kamu harus tahu banyak tentang dia, supaya kamu tidak mengeluh terus. Kenapa bisa begitu? Habisnya kamu ini suka bermalas-malasan, kalau ngerjain sesuatu ngarep imbalan, sudah begitu suka menyerah dan nggak mau berusaha. Ya itu kan manusiawi. Lalu apa hubungannya dengan Pram? Ah, kau ini!

Sekarang aku tanya, kenapa kamu tidak mengerjakan tugas kuliahmu tadi? Ah, kau selalu su’udzon padaku. Kemarin sudah aku kerjakan, pas udah mau selesai tiba-tiba laptopku error, jadi ilang deh semua kerjaannya. Yaudah males ngerjain lagi. Tuh kan, kamu memang pemalas. Ye, nggak bisa gitu dong, ini namanya kecelakaan, jadi maklumi saja. Kamu memang suka cari alasan!

Dulu, kamu pernah bilang kalau kamu mau menjadi penulis inspiratif, bisa terbitin buku, novel, atau apalah itu. Tahu-tahunya, kalau sudah otak blank ngeles nggak ada inspirasi buat nulis. Kalau nggak gitu alasan data ilang lah, banyak tugas kuliah lah, dan berbagai alasan lain yang klise banget. Itu mah beneran, aku nggak ngeles. Aku memang pernah kehilangan data tulisanku yang udah fix mau aku kirim ke media. Terus pernah juga kehilangan file buat bahan-bahan tulisanku. Gimana nggak malas buat nulis lagi? Kan susah mulainya. Kau sih, sukanya komentar terus, nggak pernah ngerasain data ilang kayak gitu.

by Google

Aku memang tidak pernah merasakan hal itu. Tapi Pram pernah, dan karena itulah aku mau kamu mengenal
dia lebih jauh lagi. Pram tidak hanya kehilangan tulisan selembar atau dua lembar seperti milikmu. Bahkan buku dan novel-novelnya disobek, dihilangkan dan dihancurkan. Hampir semua buku yang ditulisnya dibredel dan dilarang terbit. Bahkan Pram sendiri dipenjara dan dilarang menulis. Bayangkan jiwa seorang penulis malah dilumpuhkan secara sepihak dengan tidak memberinya pena.

Bagaimana menurutmu? Nasib buntung yang kamu keluhkan selama ini tidak ada apa-apanya dengan Pram. Bahkan sepersepuluh pun tidak ada. Tapi kamu tahu, selama bertahun-tahun Pram tetap menulis di dalam penjara. Bahkan setelah buku-bukunya dihilangkan, dia menulis lagi, lagi, dan lagi. Dia juga menceritakan tulisan-tulisannya secara lisan pada teman-temannya di penjara. Dengan begitu ia tak lupa apa yang ditulisnya. Dan lihatlah karya-karyanya sekarang, semuanya mengagumkan. Tak heran banyak penghargaan internasional yang ia dapatkan. Bagiku dia memang layak mendapatkannya, dia tidak sekadar menulis untuk kepuasan batinnya saja. Tapi dia menulis untuk menyuarakan kemanusiaan.

Semestinya kamu membuka sedikit fikiranmu tentang kisah Pram. Ingatlah, nasibmu masih tak seburuk Pram, tetapi mengapa jiwa dan semangat menulismu justru sebaliknya? Mengecewakan dan menyedihkan sekali...
Ah, ceritamu membuatku terharu. Terimakasih ya sudah mengingatkan. Aku malu sama Pram.
Kalau hanya malu apa manfaatnya? Kapan kamu bisa meneladani kisah Pram itu? Ingat, aku bercerita panjang lebar tadi bukan untuk membuatmu terharu. Aku ingin kamu berubah lebih baik dan tentunya tidak mudah mengeluh atau menyerah. Cobalah menulis seperti Pram!

Iya.. iya...


Kamal-Bangkalan, 21 Oktober 2014

Komentar