Narasi Pemberontakan kepada Belanda

Judul             : Max Havelaar
Penulis          : Multatuli (Eduard Douwes Dekker)
Penerjemah   :Ingrid Dwijani Nimpoeno
Penerbit         : Qanita, PT Mizan Pustaka
Tahun terbit   : 2014 (Cetakan III)
Tebal             :477 halaman

by Google
Saya ingat, betapa Multatuli adalah gambaran pahlawan yang amat saya kagumi. Namun, saya tak tau pasti tentang kekaguman macam apa yang bisa dimiliki oleh anak kelas 5 SD seperti saya dulu. Saya pernah berpikir bahwa Multatuli adalah seorang Belanda yang amat baik hati, dimana ia telah membela rakyat Indonesia. Saya pun semakin kagum karena pembelaan yang ia lakukan adalah melalui tulisan. Oh Multatuli, nurani macam apa yang menggerakkan pena perjuanganmu? mungkin begitulah pertanyaan yang terus menerus bergumul dalam benak saya sewaktu masih SD.

Kini, ketika saya tak lagi mendapati pelajaran IPS di kelas, dan juga tak mendengar dongeng tentang Multatuli sebagaimana guru SD saya dulu menjelaskan sosok tersebut, ada satu tanda tanya besar yang masih terngiang. Tanda tanya tersebut muncul setelah saya dapati sebuah buku berjudul Max Havelaar di depan mata saya. “Sebuah kisah yang membunuh kolonialisme”. Begitulah bunyi testimoni dari Pamoedya Ananta Toer yang tertera di cover Max Havelaar. Tentu saja, saya semakin penasaran dengan karangan di abad kolonialisme tersebut. Sebenarnya, pembunuh macam apa si Multatuli itu?

............Berawal dari kisah seorang asisten residen Belanda bernama Max Havelaar yang bekerja di Lebak, suasana kepincangan kolonialisme Belanda digambarkan Multatuli dengan cara yang elegan. Max Havelaar terdesak dalam kekalutan yang teramat akut antara jabatan dan kekuatan nuraninya untuk membela rakyat Indonesia yang terjajah. Sebagai pejabat Belanda, ia melihat sekian banyak ketimpangan dari para pejabat pribumi di bawahnya. Namun apalah kuasanya sebagai seorang asisten residen. Setiap kali ia melontarkan kritiknya pada gubernur jenderal, ia dipaksa puas dengan berbagai penolakan. Disitulah Max Havelaar merasakan pilu luar biasa dalam menghadapi kenyataan sebagai bangsa penjajah. Ia melihat sekian banyak rakyatnya jatuh tersungkur menghadapi kolonialisme; dimana mereka hidup dalam selimut kemiskinan yang amat kronis. Mereka juga terpaksa bungkam ketika pejabat mencuri ternak-ternaknya, menyuruhnya bekerja tanpa upah, dan sekian potret kekejaman lainnya yang memilukan. Max Havelaar tahu bahwa tak cuma Belanda yang mendalangi segala penderitaan rakyat. Ia tahu bahwa pejabat pribumi juga turut mengiyakan penjajahan dengan kesewenang-wenangan yang mereka lakukan. Multatuli melukiskan, bahwa ketika rakyat kelaparan bekerja tanpa upah di lahan bupati, para pejabat pribumi itu justru tengah berpamer harta kepada koleganya; mereka tertawa-tawa seakan tak terjadi apa-apa........

by Google
Begitulah sekelumit kisah yang saya tangkap dari pena Multatuli. Pengalamannya sebagai asisten residen Lebak sebelum ia kembali ke Eropa, nampak menjadi kekuatan dalam Max Havelaar. Namun setelah keseluruhan kisah Max Havelaar saya selesaikan, saya ingin mempertanyakan kembali tentang kekaguman saya kepada si pahlawan baik hati sewaktu saya masih SD dulu. Sempat terlintas dalam benak saya bahwa Max Havelaar hanyalah bentuk tulisan kekecewaan Eduard Douwes Dekker selama menjabat sebagai asisten residen Lebak. Seakan-akan yang ditulisnya adalah segala tentang penderitaan rakyat Lebak, namun pada sisi yang tersembunyi, ia menyampaikan kekalutannya sebagai asisten residen yang tak mampu berbuat apa-apa. Seakan-akan ia meneriakkan kesewenang-wenangan pejabat pribumi, namun pada sisi yang teramat samar, ia seperti mendakwa dirinya sebagai asisten residen yang tak memiliki kuasa apa-apa. Akhirnya saya bertanya lagi, apakah pembelaan Multatuli dulu adalah murni untuk rakyat pribumi, atau justru untuk mengangkat derajat para asisten residen seperti dirinya?

Eits, ini hanya pemikiran liar saya. Tentu itu semua tak mempengaruhi pesan moral yang terkandung dalam Max Havelaar. Bahkan kita tahu bahwa kekuatan propaganda anti-kolonialisme yang secara terselubung ada dalam Max havelaar, telah menggerakkan Belanda menerapkan politik etis di masa penjajahan dulu. Dan berawal dari situlah, para pelajar pribumi membangun pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaann. Ya, kemerdekaan yang kini kita nikmati secara cuma-cuma...

Max Havelaar. Sebuah buku yang wajib Anda baca untuk mengukur seberapa merdeka hidup Anda saat ini! Dan lihat betapa kesewenang-wenangan atas golongan sendiri bukan sekadar sejarah kelam di amsa lalu....!

Komentar

  1. Testimoni yang sangat membantu memasuki belantara isi max havelar. Terimakasih kakak

    BalasHapus

Posting Komentar

Tulis Komentarmu :)